KELELAWAR BERMONCONG PUTIH Dengan Tulisan Bugis “SOPE SOPE” Menuai Kritik dari Pegiat Budaya dan Masyarakat Luas di Soppeng Sulawesi Selatan.

SwarahamIndonesia,news,com,Soppeng,Rabu tgl 17 Mei 2023.

KELELAWAR BERMONCONG PUTIH.

Dengan Tulisan Bugis “SOPE SOPE” Menuai Kritik dari Pegiat Budaya dan Masyarakat Luas di Soppeng Sulawesi Selatan.

Mencermati sebuah cetakan ala Batik bergambarkan seekor Kalong yang disebut Kelelawar dengan kepala kalong bermoncong putih yang mirip banteng bermoncong putih di tambah lagi dengan tulisan aksara bugis SO terpisah dengan PE sehingga kalangan pembaca menyebutnya Sope- sope berulang kali dengan artian bahasa Indonesianya “ Robek-robek” .Oleh produk kain batik berwarna merah hitam dan bercak putih itu yang sudah ratusan lembar beredar dikalangan ASN dan honorernya Kementerian Agama Soppeng ternyata mendapat sorotan.Betapa tidak   baju persatuan  ASN ciptaan oknum Depag, bertentangan  sejarah dan kisah mitos kehadiran kalong sebagai referensi kedaerahan dan kearifan lokal wilayah Latemmamala Soppeng.Kalong yang setia bergelantungan terbalik di pepohonan menyiratkan pesan bahwa meski sulit apapun,seorang pemimpin harus mendahulukan kepentingan rakyatnya dan ini berlaku untuk semua kalangan baik dilingkungan keluarga ,dimana seorang ayah atau ibu mendahulukan kepentingan anak anaknya agar terhindar dari kesenjangan perhatian dan salah asuhan.

Bincang- bincang Pimpinan Umum Swarahamindonesianews.com dengan Kepala Kantor Kementerian  Agama Soppeng Apdal,S.Ag.M.M diruang kerjanya sehubungan baju kesatuan bertuliskan ala batik dengan dasar warna merah bercak hitam dan putih bertuliskan aksara bugis SO dan PE.

Ketika ditanya, dengan baju kesatuan ASN/Honor Jajaran Kementerian Agama Soppeng, ini digagas oleh siapa, mengapa memilih warna merah, dan kepala kalong bermoncong putih serta tulisan aksara bugis dengan huruf SO terpisah dengan PE sehingga terbaca sope-sope dalam artian robek-robek. Secara keseluruhan lukisan dalam batik ini mendapat tanggapan bervariasi dari publik atas kreasi-kreasi penciptanya yang berlebihan sehingga diartikan oleh beberapa pegiat budaya kalau sejarah Kalong Soppeng di Bumi Latemmamala ini, di "hina"sejarahnya, apalagi adanya tulisan sope-sope berarti robek-robek, “apa Soppeng ini sudah robek-robek ?”.kesal pembaca.

Dengan rangkaian pertanyaan itu ,Kementrian Agama Soppeng tampil yakin  kalau pihaknya tidak punya niat macam macam menjelaskan ,bahwa semula rencana baju kesatuan dirancang bersama oleh jajarannya lalu dicermati dikoreksi dan dianggap klier tidak ada masalah, maka dirinyalah pencetus finishnya untuk dicetak di Surabaya Jawa Timur. Berikut keterangannya lagi, kalau soal warna yang ia pilih sesuai RAB dari atasan yang bertemakan kearifan lokal dengan sedikit nada tinggi menyatakan warna itu milik semua orang, warna merah tidak identik milik seseorang atau kelompok, ditambahkan pula, sebelumnya pernah ada warna kuning dan Biru dan kini yg baru  warna merah.



SHI pertanyakan, mengapa kepala kalong itu pakai bercak putih bukan bercak hitam,justru jadinya kepala kalong moncong putih , beliau artikan “melengkapi warna merah menjadi merah putih” tidak ada hubungannya Partai terkait yang moncong putih, tuturnya mengelak.

Masih dikatakannya tulisan itu sesuai niat dan perbuatan dengan aksara bugis menyebut Soppeng bukanlah  bertujuan lain katanya, walau pegiat budaya membacanya sope-sope (robek-robek) karena huruf SO dan PE terpisah dan berkali-kali mengelilingi pinggiran bagian bawa kain batik tersebut.

Sumber dari seorang Doktor pemerhati budaya dan aksara tulisan huruf bugis menilai lembaran kain batik milik Depag itu, bisa saja tujuan semula dan niatnya baik, namun karena kreasi yang berlebihan sehingga menimbulkan beraneka ragam pendapat  yang tidak menyenangkan banyak orang .Sebenarnya sebelum  mengambil kearifan lokal dengan gambar kalong dan tulisan aksara bugis setidaknya pihak terkait meminta pandangan dengan pihak yang membidangi kearifan lokal dan budaya, baru mengambil keputusan.

Lambang Soppeng saja  tidak segampang membalik telapak tangan bahkan bolak balik di musyawarahkan baru lahir seperti apa adanya sekarang.

Masih dari sumber yang sama melihat adanya kepala kalong bermoncong putih itu pertanda “ para pencetusnya tidak membaca sejarah mitos dan mistik kalong yang ada di Soppeng, begitu pula huruf bugis yang semula tujuannya menyebut Soppeng menjadi bacaan banyak orang berbeda-beda karena kreasi yang berlebihan sope (robek) apa soppeng ini “robek” dengan nada tanya.Sebaiknya baju kesatuan ini dengan tulisan "Arab" yg seirama dg instansinya,diakhir komentarnya.

Sumber dari pihak kepolisian maupun TNI siap terjunkan personilnya untuk monitoring lembaran batik yang berlogokan kalong moncong putih dengan tulisan huruf aksara bugis yang di kritisi oleh pegiat budaya dan masyarakat luas, prodak ini berpotensi menimbulkan masalah,apalagi sudah masuk tahun politik pungkasnya, sumber lain dari panatik mitos mistik kalong Soppeng meminta kiranya  buatan oknum Depag itu ditarik karena menurutnya sangat khawatir “RAJA SIRA” sang raja kalong itu “murka kepada warga Latemmamala”.

Ironis memang ketika wartawan pertanyakan produk batik baju kesatuan ASN Depag Soppeng di ruang tamu kepala bidang,tiada satupun yang berani memberikan komentar atau tanggapan selain mengakui harga kain itu sebanyak Rp. 260.000,- per lembar untuk 500 (lima ratus)  lembar belum termasuk upah jahit bahkan diantara mereka ada yg tidak berani memakai baju kesatuan tersebut yg tengah mendapat sorotan tajam itu.

Akhirnya kesimpulan bincang-bincang dengan Apdal,S.Ag.M.M Kepala Kantor Kementerian Agama Soppeng akan menghadap Bupati dan meminta maaf untuk klarifikasi produk buatannya.Ia  juga membeberkan  kepada wartawan akan hentikan peredaran kain batik itu dan hendak memperbaiki tulisan aksara bugis dengan betul, kecuali perbaikan titik putih yang ada di moncong kalong itu akan dibicarakan kemudian, pungkasnya. (SHI)

 

0 Komentar