Penganiayaan Di RS. Batara Guru, Anak 16 Tahun Hembuskan Nafas Terakhirnya, Pelaku Belum Ditahan
Swara Ham Indonesia News, Com. Luwu
Luwu – Kasus dugaan penganiayaan terhadap anak di bawah umur kembali mencoreng wajah penegakan hukum di Kabupaten Luwu. Seorang anak usia 17 tahun meninggal dunia setelah diduga dianiaya oleh Irwan Sultan, Kepala Desa Seppong, Kecamatan Belopa Utara, namun hingga kini pelaku belum juga ditangkap, sementara pihak keluarga menjerit meminta keadilan.
Berdasarkan laporan polisi dengan nomor LP/B/167/V/2025/SPKT/POLRES LUWU/POLDA SULAWESI SELATAN tertanggal 31 Mei 2025, serta tindak lanjut SP2HP nomor B/179 A.1.1/VI/2025/Reskrim, kepolisian telah menerima aduan dan sedang melakukan penyidikan. Namun, lambannya proses hukum menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat.
Kepada awak media, di salah satu warkop seputaran Polda Sulsel, Ruslan, ayah korban, mengungkapkan luka parah yang dialami anaknya sebelum meninggal dunia.
“Di tubuh anak saya ditemukan lebam di seputaran bahu kiri dan kanan yang melebar. Pertanyaannya, apa motif Kepala Desa datang ke RS Batara Guru hanya untuk mencari anak saya yang sedang terkapar di IGD? Apakah kedatangannya ke rumah sakit itu sudah direncanakan untuk membunuh anak saya?” ungkapnya penuh amarah.
Perbuatan tersebut jelas masuk dalam kategori tindak pidana kekerasan terhadap anak sebagaimana diatur dalam Pasal 80 Ayat (3) Jo Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana 15 tahun penjara apabila mengakibatkan luka berat, dan dapat diperberat hingga pidana seumur hidup atau mati bila korban meninggal. Selain itu, Pasal 351 Ayat (3) KUHP juga mempertegas ancaman pidana bagi pelaku penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Aktivis Pemerhati Sosial Dalam pesan singkatnya (19/8/25,) , Jupe, mengecam keras lambannya aparat menangani kasus ini.
“Kalau benar ini dilakukan oleh seorang Kepala Desa, maka aparat penegak hukum tidak boleh ragu untuk segera menangkap pelaku. Tidak ada toleransi untuk kekerasan terhadap anak, apalagi jika sampai meninggal dunia.
Undang-Undang Perlindungan Anak sudah jelas mengaturnya. Jangan ada perlindungan hukum hanya karena jabatan,” tegas Jupe.
Jupe juga menyoroti lemahnya kinerja UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Luwu, yang dinilai tidak melakukan pendampingan terahadap keluarga korban.
“DP3A seolah hanya ada di papan nama. Mestinya mereka yang paling depan mendampingi korban dan menekan aparat agar serius mengusut kasus ini. Tapi yang terlihat justru diam seribu bahasa. Ini bentuk kelalaian yang fatal,” ujarnya.
Lebih lanjut, Jupe mengingatkan bahwa hukum seharusnya berjalan tanpa harus menunggu tekanan publik.
“Selama ini kita sering lihat hukum baru berjalan kalau sudah viral. Maka jangan salah kalau muncul istilah ‘No Viral, No Justice’. Padahal seharusnya tanpa publikasi pun, aparat wajib tegas menegakkan hukum demi keadilan anak dan keluarganya,” tandasnya.
Kasus ini kini menjadi perhatian luas. Publik menanti langkah nyata Polres Luwu dalam membuktikan komitmen penegakan hukum, tanpa pandang bulu meski pelaku diduga seorang pejabat desa. Bagi keluarga korban, keadilan bukan sekadar janji, melainkan hak yang harus diwujudkan
Hingga berita ini diterbitkan Kanit Reskrim Polres Luwu belum merespon telpon maupun pesan singkat dari awak media terkait perkembangan kasus tersebut. (Restu)
Posting Komentar untuk "Penganiayaan Di RS. Batara Guru, Anak 16 Tahun Hembuskan Nafas Terakhirnya, Pelaku Belum Ditahan"