🔊 Dalam menjalankan tugas jurnalistik, seluruh wartawan media online Swara HAM Indonesianews.com dibekali dengan Tanda Pengenal. Harap tidak melayani oknum-oknum yang mengatas namakan media online Swara HAM Indonesianews.com tanpa dilengkapi Tanda Pengenal           🔊 Segala tindakan pelanggaran Hukum yang dilakukan oleh wartawan Swara HAM Indonesianews.com menjadi tanggaungjawab yang bersangkutan

Badan Permusawaratan Desa ( BPD ) Fungsikan Pengawasan Bukan Hanya Jadi Bemper Kepala Desa.

SwaraHAM Indonesia .News com.Soppeng

Dari hasil monitoring atau menganalisa Pola Sistemik yang Terjadi dari Hulu ke Hilir

Korupsi dana desa bukan hanya soal individu yang serakah. Masalahnya lebih sistemik. Banyak faktor ikut berperan: lemahnya pengawasan, rendahnya literasi keuangan aparat desa, dan minimnya partisipasi warga.

Dalam catatan yang bersumber dari  Kementerian Desa mencatat, dari ribuan kasus penyalahgunaan, sebagian besar diawali dari kelalaian administratif yang kemudian berkembang menjadi korupsi.

Selain itu, pengawasan internal desa sering tidak berjalan. 

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang seharusnya menjadi pengawas justru sering tidak berfungsi maksimal.

 “Korupsi di desa tumbuh karena kombinasi antara wewenang besar dan kontrol yang kecil. Jika dua hal itu tidak seimbang, penyalahgunaan pasti akan terjadi.”

Dampak Nyata Rakyat yang Selalu Jadi Korban

Korupsi dana desa berdampak langsung pada kualitas hidup warga. Proyek infrastruktur yang dikerjakan asal-asalan membuat akses transportasi warga terhambat. Bantuan sosial tidak tepat sasaran karena datanya dimanipulasi.

Lebih parah lagi, korupsi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Warga menjadi apatis, enggan ikut musyawarah, dan akhirnya proses pembangunan tersendat.

Uang negara yang seharusnya memajukan desa malah memperkaya segelintir orang.

Langkah Warga untuk Mengawasi Dana Desa

Warga sebenarnya punya peran besar dalam mencegah korupsi. 

Berikut langkah-langkah sederhana namun efektif:

Cek papan informasi desa. Pastikan APBDes dan laporan realisasi dipajang dan diperbarui.

Ikut hadir di musyawarah desa. Jangan biarkan keputusan dibuat segelintir orang.

Foto dan catat proyek. Jika ada kejanggalan fisik, simpan dokumentasinya.

Laporkan ke inspektorat kabupaten/kota. Gunakan saluran resmi, atau aplikasi JAGA KPK.

Dorong media lokal dan jurnalis warga. Publikasi bisa menjadi tekanan sosial yang efektif.

Baahkan ada seorang pemerhati desa  menegaskan, “Warga bukan hanya penerima manfaat, tapi juga pengawas utama. Tanpa partisipasi mereka, korupsi di desa akan terus berulang.”

Sanksi Hukum Bagi Pelaku Korupsi Dana Desa

Penyelewengan dana desa termasuk dalam tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pelaku bisa dijatuhi hukuman penjara hingga 20 tahun, denda miliaran rupiah, dan wajib mengembalikan kerugian negara. Selain itu, pelaku juga dapat diberhentikan dari jabatannya serta kehilangan hak politik.

Namun lebih dari sekadar hukuman, kasus ini juga meninggalkan luka sosial. Warga kehilangan kepercayaan, dan nama baik desa ikut tercoreng di hadapan publik.

Desa Bersih Dimulai dari Keberanian Warga. 

Korupsi dana desa tidak akan berhenti hanya dengan regulasi, melainkan dengan kesadaran moral dan keberanian masyarakat untuk menolak penyimpangan.

Desa yang bersih tidak berarti tanpa masalah, tetapi berani mengakui dan memperbaikinya secara terbuka. Transparansi, partisipasi warga, dan integritas aparat desa menjadi tiga kunci utama.

Jika warga mau bersuara, dan pemerintah daerah mendukung keterbukaan, maka uang negara benar-benar bisa kembali ke tujuan semula untuk rakyat desa, bukan untuk memperkaya pejabatnya. ( Jas 6871 ).

Posting Komentar untuk "Badan Permusawaratan Desa ( BPD ) Fungsikan Pengawasan Bukan Hanya Jadi Bemper Kepala Desa. "